Mulai dari 1 Juni, Inggris mulai sepenuhnya melarang penjualan e-rokok elektronik sekali pakai. Larangan ini bertujuan untuk mengatasi peningkatan prevalensi rokok elektronik sekali pakai di kalangan kaum muda dan memecahkan risiko polusi lingkungan yang mereka bawa.
Menurut peraturan baru, semua outlet ritel, termasuk toko serba ada dan supermarket, tidak diizinkan untuk menjual rokok elektronik sekali pakai. Pedagang yang melanggar aturan untuk pertama kalinya akan didenda 200 pound dan produk yang relevan akan disita. Pelanggar berulang akan menghadapi denda tanpa batas dan bahkan hingga 2 tahun penjara.
Menurut Kementerian Lingkungan Lingkungan Inggris, untuk waktu yang lama, e-rokok yang sekali pakai tidak hanya dibuang sesuka hati, menghancurkan kebersihan jalanan, tetapi juga membuat kaum muda dengan mudah kecanduan nikotin. Implementasi larangan sudah dekat. Selain itu, pemadam kebakaran juga mengeluarkan peringatan bahwa e-rokok sekali pakai yang dibuang pada kemauan sangat mungkin untuk menyalakan sampah lain, sehingga menyebabkan kebakaran.
Data survei dari amal medis Inggris "Tindakan tentang Merokok dan Kesehatan" menunjukkan bahwa sekitar 11% orang dewasa Inggris memiliki kebiasaan merokok e-rokok, dan proporsi ini sekitar 18% di antara anak muda berusia 11 hingga 17 tahun. Di antara mereka yang berusia 18 hingga 24 tahun yang merokok e-rokok, lebih dari setengahnya lebih suka e-rokok elektronik sekali pakai. Meskipun e-rokok tidak mengandung bahan-bahan tar yang berbahaya, mereka juga menimbulkan risiko kesehatan karena mengandung zat adiktif seperti nikotin.
Dalam beberapa tahun terakhir, untuk melindungi kesehatan masyarakat, terutama untuk mencegah kaum muda menghubungi e-rokok, banyak negara Eropa telah mengambil tindakan satu demi satu. Belgia dan Prancis telah berhasil melarang penjualan rokok elektronik sekali pakai, dan Irlandia juga mempersiapkan langkah-langkah larangan yang sama.